Dengan mata menyorotkan rasa frustrasi, Simin (dipe rankan Leila
Hatami) duduk gelisah di hadapan hakim pengadilan agama Kota Teheran.
Nader (Peyman Maadi), suami Simin, duduk di bangku sebelah. Ia
enggan menatap hakim dan istrinya. Pria berjanggut ini memilih menoleh ke
samping sambil pasang muka kesal.Simin: Dia sebenarnya suami yang baik Hakim:
Lalu, kenapa kamu ingin bercerai?
Simin: Dia menolak pergi bersama saya Nader: Ada ayahku, Simin!
Aku tak bisa meninggalkannya begitu saja! Simin: Tapi, ayahnya kena penyakit
alzheimer. Apakah dia masih kenal kamu sebagai anaknya? Nader: Tapi aku tetap
anaknya, Simin! Simin: Dia menolak menemaniku pergi, Pak Hakim. Lalu aku harus
bagaimana?
Hakim: Tidak ada! Kembali ke kehidupan kalian seperti semula!
Itulah cuplikan film Iran berjudul A Separation (judul aslinya: Jodaeiye Nader
az Simin) yang baru saja merebut Piala Oscar kategori Film Asing Terbaik 2012.
Film kedua Iran yang menyabet Oscar setelah film anakanak Children of Heaven
pada 1999.
Tapi, kali ini pertarungan antarfilm asing sedikit politis karena
A Separation mengalahkan film Israel Footnote dalam kategori yang sama.
A Separation adalah film dengan kisah sederhana. Cerita konflik
keluarga yang bisa dialami semua keluarga, tak cuma di Iran. Simin ingin pindah
ke luar negeri. Ia mau putri semata wayang mereka mendapatkan kehidupan yang
lebih baik ketimbang di Iran. Nader menolaknya.
Penghalang itu adalah Ali-Asghar Shahbazi, yang memerankan ayah
Nader yang jompo dan lupa ingatan.
Nader ingin merawat ayahnya.
Simin berkeras pergi, ia menuntut cerai. Tapi, hakim pengadilan
menolak permintaannya dengan tegas.
Merasa tak mendapat dukungan dari mana-mana, Simin frustrasi. Ia
pulang ke rumah orang tuanya. Sampai di sini, konflik ternyata melebar ke
mana-mana. Apalagi ketika Nader menyewa pengasuh yang hamil untuk menjaga
ayahnya.
Asghar Farhadi sukses menyutradarai film `sederhana', tapi
mengaduk-aduk emosi penonton ini. Maka, bukan cuma Piala Oscar yang mengganjar
A Separation, tapi juga 44 penghargaan di festival film internasional lainnya.
Mulai dari Amerika hingga Asia.
Film ini dibuat dengan biaya ‘hanya’ 800 ribu dolar AS. Tapi,
kisahnya membuat jutaan penonton dari seluruh dunia duduk termenung di bangku
bioskop. Termasuk para penonton dari Israel, negara yang terkenal sebagai musuh
bebuyutan Iran.
Pemandangan jarang terjadi di sejumlah bioskop di Yerusalem.
Ratusan warga Israel berjubel antre menda patkan tiket film ini. Mereka rela
menghabiskan dua jam agar hanyut ke dalam kisah keluarga di Teheran. Tercatat
sudah 30 ribu warga Israel yang menonton film ini.
Omer Dilian, manajer bioskop Lev Smadar di Yerusalem, mengatakan
film A Separation seakan tak kehabisan penonton. Kalau film lain biasanya sepi
pada hari kerja, A Separation tetap kebanjiran penonton. “Ratusan orang
menonton film ini pada hari kerja,” kata Omer.
CEO Lev Cinemas, Guy Shani, mengatakan imbas berita negatif Iran
yang heboh selama beberapa bulan terakhir ternyata ikut berperan.
Warga Israel ingin melihat seperti apa Iran sebenarnya dalam film
ini. Bioskop Lev Cinemas pun penuh sesak dengan penonton A Separation Tanggapan
penonton pun baik. Rina Brick (70 tahun) mengaku kaget dengan penggambaran
birokrat Iran yang humanis di sepanjang film. “Kami selalu mengira Iran adalah
negara yang tidak demokratis. Film ini meng ubah pandangan saya. Hakim, polisi,
semuanya yang ada di film itu, mereka menggambarkan kehidupan layaknya di negara
Barat,” kata Rina.
Tanggapan positif juga datang dari mantan penduduk Teheran. Rivka
Cohen (78) hengkang dari Teheran ketika berumur 15 tahun. Sama de ngan Rina,
Rivka juga terka get-kaget menonton film A Separation. Iran dalam film itu,
katanya, sungguh berbeda dengan penggambaran Iran
selama ini, seperti perempuan dengan jubah hitam, cadar, agama
yang konservatif. “Saya sangat terkejut dengan kehidupan keluarga di Teheran.
Mereka semua punya kulkas dan mesin cuci,“ kata Rivka.Yair Raveh,
kritikus film Israel dari majalah Pnai Plus, mengatakan A Separation adalah
film dengan bintang yang sangat baik, naskah film yang cerdas, dan alur cerita
yang mengalir rapi. “Tapi, yang paling penting adalah Anda tidak berpikir
tentang bom nuklir atau ada diktator yang mengancam dunia (Ahmadinejad,
presiden Iran --Red). Kita melihat bagaimana kehidupan di Iran. Melihat warga
Iran naik mobil, nonton film di bioskop.
Mereka sebenarnya sama seperti kita,“ kata Raveh.
Pengamat politik dari Hebrew University, Yerusalem, Moshe Amirav,
merasa hal kontras usai menonton film A Separation. “Kami mengeluelukan film
ini saat menontonnya. Tapi, begitu keluar bioskop, kami tetap berpikir Iran
ingin Israel musnah dari muka bumi.“
Di Iran warga merayakan kemenangan A Separation di ajang Oscar.
Mereka menonton siaran Oscar lewat internet dan menyebarkan kabar kemenangan ke
seantero penjuru negeri lewat SMS. Terutama ketika tahu A Separation
mengalahkan film Israel, Footnote. Televisi Pemerintah Iran mengatakan
kemenangan A Separation adalah kemenangan Iran atas Israel. “Inilah kesuksesan
industri film Iran mengalahkan film dari negara rezim Zionis,“ kata siaran
televisi pemerintah.
Asghar Farhadi, sutradara A Separation, dalam pidato kemenangannya
di Oscar mengatakan, lewat film ini ia ingin dunia melihat Iran secara lengkap.
Tak sekadar konflik Timur Tengah dan nuklir.
“Ketika berita perang, intimidasi, dan agresi selalu dibicarakan
oleh para politikus, di sini Iran bergaung lewat budaya. Lewat kekayaan
kebudayaannya yang lama dibiarkan berdebu oleh para politikus,“ kata Asghar
Tidak ada komentar:
Posting Komentar